Malang – Rumah Keadilan, Pada hari Jumat (16/3/2018), Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Rumah Keadilan menyelenggarakan Penyuluhan Hukum dengan tajuk, “Fungsi Paralegal dalam Lembaga Bantuan Hukum Pasca Pemberlakuan Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum”. Adapun yang bertindak selaku narasumber dalam Penyuluhan Hukum tersebut adalah Naili Ariyani, Sekretaris DPC Peradi Malang Raya dan Solehuddin, Aktivis Rumah Keadilan.
Penyuluhan Hukumini membahas terkait peran dan fungsi serta urgensi paralegal dalam Lembaga Bantuan Hukum pasca berlakunya Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum. Sebagaimana diketahui, permenkumham tersebut merupakan produk hukum turunan dari UU No 16/2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) yang secara khusus mengatur terkait paralegal.
Menurut Solehuddin, Lembaga Bantuan Hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Bankum dalam menjalankan peran dan fungsinya wajib memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu secara cuma-cuma (Pro Bono). Untuk membantu pelaksanakan peran dan fungsi tersebut Lembaga Bantuan Hukum dapat melakukan perekrutan staf seperti advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum. Berdasarkan hal itulah maka muncul konsep paralegal dalam Lembaga Bantuan Hukum. Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 mengatur peran dan fungsi paralegal dalam pemberian bantuan hukum selayaknya Advokat. Namun dengan catatan bahwa paralegal tersebut merupakan bagian dari Lembaga Bantuan Hukum yang telah terverifikasi dan terakreditasi oleh Kemenkumham. Lebih lanjut, menurut Solehuddin, urgensi kedudukan paralegal disamping penegak hukum lainnya adalah sangat vital. Paralegal berfungsi sebagai pengawas prosedur penegakan hukum oleh aparat seperti kepolisian, jaksa dan hakim agar berjalan sesuai dengan proses yang seharusnya. Sehingga setiap orang, tak terkecuali masyarakat yang kurang mampu, terjamin hak konstitusionalnya dalam mendapatkan akses pelayanan hukum yang berkeadilan.
Pendapat lain dinyatakan oleh Naili Ariyani, menurutnya Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 menimbulkan polemik terkait kualifikasi dan kapasitas paralegal dalam pemberian bantuan hukum. Sebab peraturan tersebut tidak memberikan batasan pengertian terkait paralegal serta standar keahlian apa saja yang harus dikuasai, sehingga dalam hal ini kebanyakan Lembaga Bantuan Hukum mendefinisikan paralegal sebagai staf non-Advokat yang bekerja di Lembaga Bantuan Hukum. Naili Ariyani menganalogikan advokat dan paralegal seperti dokter dan paramedis sedangkan penerima bantuan hukum seperti pasien rumah sakit. Pasien tentu lebih mengharapkan ditangani oleh dokter daripada paramedis karena dipandang lebih memiliki kompetensi dan kapasitas dalam menyembuhkan penyakit. Oleh karena itu, Naili Ariyani menawarkan konsep agar paralegal diperlakukan sebagai apprentice (baca:murid magang) dari advokat dalam melakukan pemberian bantuan hukum, sehingga harapannya nanti setelah menjalani program tersebut dalam beberapa tahun, paralegal tersebut dapat meningkat menjadi advokat. (srr)