Memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) telah menjadi kewajiban setiap pengemudi untuk dapat berkendara di jalan, dahulu masyarakat tidak mengenal Surat Izin Mengemudi (SIM) akan tetapi dengan perkembangan yang begitu pesat serta kemajuan masyarakat maka dibuatlah suatu aturan dan lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mewajibkan calon pengendara untuk memiliki SIM, hal ini berkaitan dengan istilah “ubi societas ibi ius” yang artinya “dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”. Oleh karena kebutuhan masyarakat atas keamanan dan keselamatan di jalan maka dipersyaratkan bagi pengendara untuk memiliki SIM, hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009, bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan” Artinya, ketika pengendara tidak dapat menunjukkan SIM selama mengendarai kendaraan maka dapat dikenai sanksi hukum sebab hal ini dapat membahayakan pengendara atau pemakai jalan.
Fungsi Surat Izin Mengemudi diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu :
(1) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi,
(2)Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi,
(3)Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.
pada intinya fungsi dari Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah sebagai bukti bahwa pengemudi layak untuk mengemudikan kendaraan atau mampu berkendara di jalan dengan baik dan benar. Namun kenyataan di lapangan membuktikan bahwa beberapa Surat Izin Mengemudi (SIM) yang digunakan oleh pengendara didapatkan dengan proses instan, lazimnya masyarakat menyebutnya “Surat Izin Mengemudi (SIM) tembak”.
Fenomena “SIM tembak” tidak diketahui kapan munculnya dan kapan berlakunya. Masyarakat perlu mengetahui bahwa fenomena tersebut akan dapat merugikan person atau orang yang akan mengajukan pembuatan SIM maupun yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang didapatkan melalui proses “instan” tadi. Dapat dibayangkan kiranya jika calon pengemudi yang akan mengajukan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) tidak mengikuti proses yang diatur dalam undang-undang, hal tersebut tentunya akan menimbulkan permasalahan yang kompleks. Selanjutnya pertanyaan yang penulis ajukan adalah bagaimanakah sebenarnya prosedur yang sah dan dan resmi dalam penerbitan SIM? Siapakah yang bertanggung jawab atas banyaknya pengendara atau pengemudi yang memperoleh SIM secara instan?. Disini penulis tidak menyalahkan salah satu pihak akan tetapi penulis menganggap bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan atau menerbitkan SIM adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana yang diatur dalam pasal 87 ayat (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 bahwa Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pada umumnya prosedur yang tidak dilewati oleh calon pengendara yaitu ada pada tahap ujian praktik atau ujian keterampilan melalui simulator, sehingga pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) ini hanya membutuhkan waktu yang singkat, akan tetapi wewenang yang diberikan oleh undang-undang untuk para petugas pembuat Surat Izin Mengemudi (SIM) itu tidak dipergunakan sebagaimana harusnya. Sedangkan pada Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 bahwa “Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menaati prosedur penerbitan Surat Izin Mengemudi”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut jelaslah bahwa dalam menjalankan kewenangannya untuk menerbitkan SIM, petugas kepolisian wajib menjalankan semua prosedur penerbitan SIM tersebut.
Masyarakat wajib mengetahui bahwa tarif pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) s telah diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2010 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf k adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, yaitu
Untuk Penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM):
A. Penerbitan SIM A
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
B. Penerbitan SIM B I
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
C. Penerbitan SIM B II
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
D. Penerbitan SIM C
1. Baru Per Penerbitan Rp 100.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 75.000,00
Besar harapan baik itu calon pengemudi maupun petugas yang menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) agar tidak melakukan penyimpangan yang diatur dalam undang-undang karena sepatutnya hal ini akan menimbulkan kerugian terutama pada calon pengemudi sebagai pengguna jalan. Hal yang paling penting tentu saja adalah melakukan cotrolling atau pengawasan secara ketat terhadap prosedur dan administrasi pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh kepolisian dan serta memberikan sanksi yang tegas terhadap perbuatan yang menyimpang tersebut agar menimbulkan efek jera, sehingga bersih dari praktik-praktik yang bertentangan dengan hukum terkait pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). Selanjutnya dibutuhkan adanya itikad baik dari pihak kepolisian untuk terus memperbaiki integritas anggota kepolisian, agar ke depannya praktik pembuatan “Surat Izin Mengemudi (SIM) tembak” yang turut andil meningkatkan persentase kecelakaan lalu lintas dapat diberantas sepenuhnya.