Jl. Kembang Kertas IV Kav. 09, Kota Malang, Jawa Timur 65141
(0341) 490081
rumahkeadilan12@gmail.com

KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)

Oleh: Muhammad Najih Vargholy, MH.

Istilah memorandum of  understanding (MoU) berasal dari dua kata yakni memorandum dan understanding. Dalam Black’s Law Dictionary memorandum bermakna “is to serve as the basis of future formal contract” yang artinya adalah sebagai dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal di masa mendatang. Sedangkan understanding bermakna “an implied agreement resulting from the express term of another agreement, wheter written or oral” yang artinya adalah pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain baik secara tertulis ataupun lisan. Berdasarkan pengertian dua kata tersebut maka memorandum of understanding dapat diartikan sebagai dasar penyusunan kontrak pada masa mendatang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.

Menurut pandangan beberapa ahli, MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang memuat beberapa hal pokok yang di kemudian hari akan ditindaklanjuti dalam perjanjian/ kontrak lainnya. Dilihat dari maksud atau kehendak para pihaknya, MoU dapat dibagi menjadi tiga macam yakni,

  1. Para pihak mengadakan Mou dengan maksud hanya untuk menciptakan suatu ikatan moral saja dan bukan ikatan yuridis di antara mereka.
  2. Para pihak mengadakan MoU dengan maksud mengikatkan diri dalam suatu kontrak namun di dalam Mou tersebut hanya disepakati beberapa hal yang umum atau pokok saja. Adapun hal-hal yang lebih rinci dan detail akan diatur kemudian di dalam kontrak yang lain.
  3. Para pihak mengadakan Mou dengan maksud untuk mengikatkan diri dalam suatu kontrak namun hal tersebut belum dapat dipastikan mengingat adanya keadaan/ kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.

Berdasarkan pengertian MoU beserta macamnya sesuai maksud/kehendak pembuatnya sebagaimana dipaparkan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya suatu MoU mengharuskan adanya suatu perjanjian lanjutan yang mengatur secara lebih rinci dan detail tentang hal-hal yang telah disepakati dalam Mou tersebut.

Di Indonesia tidak terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai MoU.  Dalam hal ini yang dijadikan dasar hukum bagi pembentukan MoU adalah prinsip kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Selanjutnya, mengingat bahwa MoU merupakan suatu bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh beberapa pihak maka keabsahannya pun ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.  

Mengenai kekuatan mengikat suatu MoU terdapat perbedaan pandangan para ahli terhadapnya. Di satu pihak, beberapa ahli berpandangan bahwa MoU tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum sebab MoU hanyalah merupakan suatu kesepakatan awal yang bersifat ikatan moral dan baru dapat mengikat secara hukum apabila telah ditindaklanjuti dalam sebuah perjanjian lanjutan. Di pihak lain, beberapa ahli berpandangan bahwa MoU memiliki kekuatan mengikat secara hukum sebab MoU pada dasarnya merupakan suatu bentuk perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya sehingga dapat dipaksakan (enforceable) pelaksanaannya oleh hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa MoU dapat dilakukan secara lisan ataupun dituangkan dalam tulisan (akta). Keduanya sama-sama memiliki kekuatan mengikat sepanjang tidak bertentangan dengan syarat sah perjanjian. Adapun  perbedaan antara perjanjian lisan dan tertulis (akta)  adalah bahwa perjanjian tertulis lebih kuat dalam hal pembuktian. Kekuatan pembuktian akan semakin sempurna apabila akta tersebut berupa akta autentik. Di hadapan pengadilan, akta autentik merupakan bukti prima facie atas suatu fakta. Jika isi dari akta autentik disangkal, maka pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta autentik tersebut.

Dengan mengadakan MoU secara tertulis terutama dalam akta autentik, para pihak secara tidak langsung bermaksud bahwa perjanjian tertulis tersebut akan dijadikan sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan mengenai kebenaran perjanjian di kemudian hari. Selain itu perjanjian tertulis juga dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum atas pelaksanaan isi perjanjian dalam hal ini MoU. Bilamana  MoU dituangkan dalam suatu akta autentik maka setidaknya MoU tersebut memiliki tiga kekuatan pembuktian yakni kekuatan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materil. Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir adalah bahwa akta tersebut mampu membuktikan dirinya sendiri sebagai akta autentik. Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian formil adalah bahwa akta tersebut menjamin kebenaran segala hal yang tertuang dalam akta. Adapun yang dimaksud kekuatan pembuktian materil adalah bahwa isi dari akta dianggap sebagai yang benar bagi setiap orang.

0Shares

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *