Malang, 4 November 2025 — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Keadilan bersama The Indonesian Institute (TII) menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk “Mendorong Kebijakan Perlindungan Kebebasan Akademik di Perguruan Tinggi di Indonesia”. Acara yang digelar secara hybrid (luring dan daring) ini diikuti oleh akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, serta pemerhati kebijakan publik dari berbagai daerah.
Kegiatan yang dimulai pukul 19.00 WIB ini diawali dengan lagu Indonesia Raya, sambutan dari Ketua LBH Rumah Keadilan Abd. Somad, S.H., serta Direktur Eksekutif TII Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D. Sebagai bentuk kolaborasi strategis, turut dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara LBH Rumah Keadilan, The Indonesian Institute, dan Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) untuk memperkuat sinergi advokasi dan riset kebijakan publik di bidang pendidikan tinggi.

Kebijakan Publik dan Tantangan Kebebasan Akademik
Dalam sesi pertama, Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D. menyoroti masih maraknya pelanggaran terhadap kebebasan akademik di Indonesia, meskipun secara hukum telah dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Berdasarkan data TII, sejak 2019 hingga pertengahan 2025, terdapat 86 kasus pelanggaran kebebasan akademik yang sebagian besar menimpa mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan, dengan pelaku dominan berasal dari pejabat kampus serta aparat penegak hukum.
Adinda menilai lemahnya perlindungan hukum dan belum adanya standar operasional di perguruan tinggi menjadi penyebab utama persoalan ini. Ia merekomendasikan pembentukan regulasi khusus perlindungan kebebasan akademik, penyusunan SOP kampus, serta revisi pasal multitafsir dalam UU ITE dan KUHP yang kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berpikir.
Kebebasan Akademik dalam Ketenagakerjaan Dosen
Pemateri kedua, Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H., selaku Ketua Serikat Pekerja Kampus, menegaskan bahwa kebebasan akademik di Indonesia tengah mengalami kemunduran akibat birokratisasi dan komersialisasi pendidikan. Menurutnya, orientasi kampus yang semakin mirip korporasi mengikis independensi dosen dan mahasiswa serta mempersempit ruang kritis akademik.
Dhia juga menyoroti lemahnya transparansi pengelolaan perguruan tinggi dan maraknya praktik diskriminasi serta kekerasan seksual. Ia menekankan perlunya reformasi kebijakan pendidikan tinggi yang menegakkan nilai keadilan, keterbukaan, dan integritas ilmiah.

Aspek Hukum dan Advokasi Kebebasan Akademik
Dalam sesi ketiga, Dyah Kemala Hayati, S.H., M.H., CPLA., dari LBH Rumah Keadilan, membahas aspek hukum kebebasan akademik. Ia menegaskan bahwa hak tersebut dijamin dalam berbagai peraturan, mulai dari UUD NRI 1945 Pasal 28, UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, hingga PP Nomor 42 Tahun 2013.
Dyah memaparkan tiga langkah strategis LBH Rumah Keadilan:
- Pendampingan hukum litigasi dan non-litigasi bagi korban represi akademik.
- Advokasi kebijakan melalui pembentukan regulasi dan komite independen kebebasan akademik di kampus.
- Edukasi hukum dan HAM bagi dosen serta mahasiswa untuk memperkuat literasi dan kesadaran hak akademik.
Materi penutup disampaikan oleh Ria Casmi Arrsa Ketua PPOTODA, yang menyoroti lemahnya perlindungan kebebasan akademik di daerah akibat kebijakan represif dan penggunaan pasal karet dalam UU ITE. Ia menilai perlu adanya reformasi kebijakan otonomi kampus dengan penguatan zona integritas akademik, larangan intervensi politik, serta pedoman interpretasi hukum yang relevan dengan konteks akademik.

Sesi diskusi berlangsung interaktif dengan berbagai pertanyaan mengenai perlindungan hukum bagi dosen dan mahasiswa yang mengalami represi. Peserta juga mengusulkan agar dibentuk mekanisme perlindungan internal di perguruan tinggi, serta memperkuat kerja sama antara kampus, LBH, dan Komnas HAM.
Acara ditutup dengan semangat kolektif untuk memperjuangkan kampus sebagai ruang ilmiah yang kritis, aman, dan bebas dari tekanan politik, demi terwujudnya demokrasi dan keadilan dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Pewarta:
Rizki Andi Santoso
Aulia Dwi Anggraeni
Hafhid Riffa’i
Editor:
Rbt


