Malang – Rumah Keadilan, Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum Rumah Keadilan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Dimensi Asas Pemilihan Umum Dan Integritas Hakim Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum” bersama Prof. Dr. Achmad Sodiki SH –Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2010-2013 dan Dr. Nuruddin Hady, S.H., M.H. –Dosen Ilmu Sosial UM selaku pemateri serta para praktisi se-Malang Raya (Sabtu, 18/08/2018).
Pada FGD ini, Rumah Keadilan turut mengundang beberapa praktisi yang berkaitan dengan tema yang diangkat, diantaranya: Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kota Malang, Kepolisian Resor (Polres) Kota Batu, Polres Malang, Kejaksaan Kota Malang, Kejaksaan Kabupaten Malang, Kejaksaan Kota Batu, Panitia Pengawan Pemilu (Panwaslu) Kota Malang, Panwaslu Kota Batu, Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), dan Malang Corruption Watch (MCW).
FGD ini dilakukan untuk mendalami konflik pemilihan umum yang sering terjadi dan integritas hakim konstitusi dalam pemberian keputusan pada sengketa pemilihan umum. Forum ini diangkat sebagai salah satu semangat Rumah Keadilan menyambut pemilihan umum presiden dan wakil presiden periode 2019 – 2024.
Bapak Nuruddin Hady memaparkan bahwa ada beberapa titik rawan pemilu sejak tahun 2004 hingga pilkada tahun ini, yakni; tidak netralnya penyelenggara pemilu, tidak netralnya Aparatur Sipil Negara, adanya money politic (politik uang), intimidasi pada calon pemilih, penggunaan fasilitas pemerintah atau daerah oleh petahana dalam berkampanye, terjadi carut marutnya pemilih tetap, adanya pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap tetapi terdaftar di daftar pemilih tambahan, dan adanya manipulasi suara. Beberapa pelanggaran ini bisa menjadi dasar gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Dari beberapa titik rawan itu, ada beberapa kasus yang dapat diproses secara mudah dan ada juga yang tidak mudah diproses. Hal ini tergantung kemampuan hakim dalam memutus perkara dan kondisi dari daerah itu sendiri. Menurut Prof. Dr. Achmad Sodiki SH, “Suatu ketentuan yang sama diterapkan pada daerah dan masyarakat yang berbeda akan menimbulkan ketidakadilan, sama dengan ketentuan yang berbeda diterapkan pada kondisi masyarakat yang sama”. Untuk itu, dalam putusannya hakim tidak hanya mengacu pada peraturan yang ada saja melainkan juga berdasarkan pada kondisi adat masyarakat. (EW)