Polemik revitalisasi Pasar Terpadu Dinoyo yang kurang lebih selama 6 (enam) tahun telah terjadi dan tak kunjung terselesaikan, membuat pedagang Pasar Dinoyo yang kini menempati pasar penampungan sementara di Merjosari resah. Meskipun secara fisik bangunan Pasar Terpadu Dinoyo telah selesai dibangun, namun berdasarkan fakta yang ada bangunan tersebut jauh dari kata layak dan justru menyimpangi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Kota Malang dengan PT. Citra Gading Asritama selaku investor.
Dalam salah satu ketentuan yang terdapat dalam PKS tersebut dinyatakan bahwa sebelum pedagang Pasar Dinoyo direlokasi kembali ke Pasar Terpadu Dinoyo, bangunan pasar tersebut terlebih dahulu harus diuji kelayakan fungsinya oleh komite independen. Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan oleh Komisi C DPRD Kota Malang, bangunan Pasar Terpadu Dinoyo dinyatakan jauh dari kata layak. Selain masalah ketidaklayakan bangunan beserta fasilitas penunjangnya, perwakilan pedagang juga menyatakan bahwa telah terjadi praktek jual beli bedak/kios yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Ketidakjelasan inilah yang akhirnya menyebabkan pedagang sepakat untuk menolak relokasi dan lebih memilih untuk bertahan di Pasar Merjosari.
Dalam upaya memaksa pedagang Pasar Merjosari untuk segera pindah ke Pasar Terpadu Dinoyo, Walikota Malang telah mencabut Keputusan Walikota Malang Nomor: 188.45/204/35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional Pasar Merjosari. Dengan dicabutnya Keputusan Walikota tersebut maka praktis Pasar Merjosari kehilangan status hukumnya. Pasca dicabutnya Keputusan Walikota tersebut, Pemkot Malang didapati telah melakukan tindakan-tindakan yang cenderung intimidatif terhadap pedagang. Tindakan intimidasi tersebut bermula dengan dipasangnya seng untuk menutup Pasar Merjosari namun gagal akibat penolakan pedagang. Selanjutnya tersiar kabar bahwa akan terjadi pemutusan aliran listrik di titik-titik tertentu di area Pasar Merjosari serta penghentian penarikan retribusi terhadap pedagang Pasar Merjosari. Tindakan-tindakan intimidatif semacam ini semakin menampakkan ketidakberpihakan Pemkot Malang kepada pedagang pasar.
Atas dasar itulah, pada hari Jumat Tanggal 11 November 2016 ratusan massa yang terdiri dari pedagang Pasar Merjosari, elemen masyarakat, elemen gerakan mahasiswa seperti HMI, PMII dan GMNI, dan Rumah Keadilan selaku pihak yang mengadvokasi pedagang melakukan aksi damai di depan Balaikota Malang. Dalam aksi tersebut pedagang menuntut agar Walikota Malang beserta jajarannya menghentikan segala bentuk intimidasi kepada pedagang dan mendesak Walikota Malang agar segera menetapkan kembali status hukum Pasar Merjosari yang kini telah kehilangan status hukumnya. (mnv)