Malang, 29 Desember 2024 – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Keadilan menyelenggarakan Webinar Refleksi Akhir Tahun dengan tema “HAM dan Bantuan Hukum: Evaluasi Peran Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dalam Mewujudkan Access To Justice” LBH Rumah Keadilan menyelenggarakan Webinar Refleksi Akhir Tahun dengan tema “HAM dan Bantuan Hukum: Evaluasi Peran Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dalam Mewujudkan Access To Justice” pada MInggu, 29 Desember 2024 melalui daring teleconference yang dihadiri oleh Kemenkumham RI, Lembaga Pemasyarakatan, Peradi, OBH, advokat, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.
Acara dibuka oleh Bapak Abd. Somad, S.H. Direktur LBH Rumah Keadilan dan Ibu Min Usihen, S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam hal ini diwakili oleh Bapak Sofyan, S.Sos, S.H., M.H. Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN. Bapak Sofyan mengatakan LBH Rumah Keadilan merupakan satu-satunya OBH dari 619 OBH di seluruh Indonesia yang menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun yang menghadirkan pemateri dan dibuka dari pihak BPHN.
Sebelum memasuki sesi penyampaian materi, Bapak Sofyan sedikit mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, semua sama di mata hukum dan terkait pentingnya paralegal dalam mendukung pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu dan masyarakat marginal. Dalam Bapak Sofyan mengingatkan pula masih banyak oknum pemberi bantuan hukum yang memeras klien yang notabenenya tidak mampu membayar jasa hukum yang seharusnya masuk probono atau bantuan hukum secara cuma-Cuma. Sinergi pelaksanaan bantuan hukum juga dilakukan mencakup pihak yang berhubungan langsung dengan penegakan hukum seperti prodeo Mahkamah Agung, probono Advokat, dan bantuan hukum oleh Kemenkumham, BPHN serta Pemerintah Daerah.
Ibu Fransiska Ayulistya Susanto, S.H., LL.M. Akademisi Universitas Brawijaya memaparkan materi “Hak Keadilan bagi Masyarakat dalam Pemenuhan HAM”, manusia membutuhkan hukum untuk mencegah konflik kepentingan dan menjaga ketertiban. Negara wajib melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas bantuan hukum yang diatur dalam UU No. 16 Tahun 2011. Namun, pelaksanaannya menghadapi tantangan seperti rendahnya kesadaran hukum, keterbatasan fasilitas, ketidakjujuran aparat, dan ancaman terhadap advokat. Pengawasan publik, termasuk melalui media sosial, diperlukan untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum.
Bapak Fatwa Azis Wicaksono, S.H., C.L.A. Advokat LBH Rumah Keadilan dengan materi “Peran Strategis LBH Rumah Keadilan dalam Mewujudkan Access to Justice” yang berkomitmen memberikan bantuan hukum gratis, khususnya bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan, melindungi hak asasi manusia dan lingkungan hidup, serta mendekatkan keadilan di bidang hukum, sosial, politik, dan budaya. LBH Rumah Keadilan juga berupaya meningkatkan kesadaran hukum melalui pelatihan dan pendidikan paralegal. Serta tantangan yang dihadapi banyak masyarakat, terutama yang kurang mampu, belum mengetahui keberadaan OBH yang memberikan bantuan hukum gratis dan tidak memahami persyaratan serta tata cara pengajuan bantuan tersebut.
Bapak Ria Casmi Arrsa, S.H., M.H. Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) dalam materinya “Bantuan Hukum dan Access to Justice” menjelaskan keterkaitan bantuan hukum dan access to justice di sistem negara hukum terdapat problem yang mana semua masyarakat yang tidak berlatar belakang hukum, semuanya dianggap tau hukum, pentingnya asas equality before the law yang mana hukum harus disebarluaskan. Dalam evaluasinya pula banyak pemerintah daerah belum menyusun kebijakan bantuan hukum dalam tidangkat daerah, hal ini merugikan bagi pencari Keadilan. Aparatur atau Struktural atau Penegak Hukum harus mendesain sedemikian rupa bagaimana paralegal seharusnya tidak hanya dari yang berlatar belakang hukum namun harus secara umum hal ini merupakan Gerakan yang massif.
Bapak R.S. Habibi, S.H., M.H., C.L.A., CPM Wakil Ketua I Pokjapus Verifikasi dan Akreditasi Perpanjangan Sertifikasi Pemberi Bantuan Hukum Baru BPHN dengan materi “Kebijakan dan Peran Pemerintah dalam Penguatan OBH untuk Pemenuhan HAM”. Pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh OBH merupakan kegiatan yang memenuhi HAM dan hak konstitusional WNI, sehingga OBH di Indonesia dapat dimaknai sebagai hardirnya negara dalam mewujudkan HAM dan hak konstitusional dalam akses keadilan. Bapak Habibi dalam pemaparannya terkait dalam tahap pembahasan Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum untuk arah pembaharuan kebijakan bantuan hukum di Indonesia, salah satunya adalah penguatan peran paralegal dalam layanan bantuan hukum. Paralegal yang dimaksud adalah memiliki kompetensi atau bersertifikasi yang diatur dalam undang-undang.
Diharapan Refleksi Akhir Tahun ini mendorong kesadaran masyarakat akan hak bantuan hukum, memperkuat peran paralegal, serta meningkatkan sinergi OBH, pemerintah, dan penegak hukum untuk memastikan akses keadilan yang merata. Pemerintah juga diharapkan memperbaiki kebijakan, fasilitas, dan sosialisasi agar bantuan hukum gratis dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.