Apakah penyedia barang dan jasa (vendor) akan dikenakan sanksi dan hukuman apabila melakukan kecurangan, baik untuk pengadaan pihak swasta ataupun BUMN dan Lembaga Negara lainnya?
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Kami akan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 54/2010”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 35/2011”) kemudian diubah untuk kedua kalinya oleh Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 70/2012”) kemudian diubah lagi oleh Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 172/2014”) dan terkahir kali diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 4/2015”).
Menurut Pasal 1 angka 1 Perpres 4/2015, pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Vendor atau penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.[1]
Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:[2]
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;
memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil;
memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:
SKP = KP – P
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir;
tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir;
secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
tidak masuk dalam Daftar Hitam;
memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
menandatangani Pakta Integritas.
Perbuatan yang Dilarang Bagi Penyedia Barang atau Jasa
Kecurangan berasal dari kata “curang” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti: berlaku tidak jujur; memiliki sifat tidak lurus hati; tidak adil.
Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai kecurangan yang dilakukan oleh penyedia barang atau jasa tersebut, kami kurang mendapatkan informasi yang jelas kecurangan seperti apa yang Anda maksud, untuk itu kami berasumsi bahwa kecurangan tersebut dilakukan dalam bentuk menyampaikan informasi yang tidak benar dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa ke pemerintah.
Dalam melakukan kegiatan pengadaan barang atau jasa, perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dikenakan sanksi yaitu:[3]
berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (“ULP”)/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan;
melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain;
membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan;
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggung jawab; dan/atau
berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.
Jenis Sanksi yang Dapat Diberikan
Perbuatan yang dilarang tersebut dapat dikenakan sanksi berupa:[4]
sanksi administratif;
sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam;
gugatan secara perdata; dan/atau
pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.
Pemberian sanksi administratif, dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (“PPK”) /Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Kemudian pemberian sanksi sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam, dilakukan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuada Pengguna Anggaran (KPA) setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Ketentuan mengenai sanksi berupa gugatan secara perdata dan/atau pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[5]
Apabila ditemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam Daftar Hitam, dan jaminan Pengadaan Barang/Jasa dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/daerah.[6]
Apabila terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, ULP:[7]
dikenakan sanksi administrasi;
dituntut ganti rugi; dan/atau
dilaporkan secara pidana.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kemudian diubah untuk kedua kalinya oleh Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kemudian diubah lagi oleh Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan terkahir kali diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 8 Februari 2018 pukul 15.24 WIB.
[1] Pasal 1 angka 12 Perpres 4/2015
[2] Pasal 19 ayat (1) Perpres 4/2015
[3] Pasal 118 ayat (1) Perpres 70/2012
[4] Pasal 118 ayat (2) Perpres 70/2012
[5] Pasal 118 ayat (3) (4) dan (5) Perpres 70/2012
[6] Pasal 118 ayat (6) Perpres 70/2012
[7] Pasal 118 ayat (6) Perpres 70/2012