Intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dalam hal ini Dinas Pasar terhadap pedagang Pasar Merjosari untuk segera pindah ke Pasar Terpadu Dinoyo (PTD) terus berlanjut. Hal ini tentu bertolak belakang dengan komitmen yang diucapkan Walikota Malang pada saat menemui massa aksi tanggal 11 November 2016 yang lalu. Pada kesempatan tersebut ,Walikota berkomitmen untuk menindaklanjuti tuntutan massa aksi yang pada intinya menginginkan agar Pasar Merjosari ditetapkan kembali status hukumnya sebagai pasar yang legal pasca dicabutnya Keputusan Walikota Malang Nomor: 188.45/204/35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional Pasar Merjosari.
Seakan tidak peduli dengan nasib dan tuntutan pedagang Pasar Merjosari, Dinas Pasar kembali menunjukkan arogansinya dengan menghentikan penarikan retribusi Pasar Merjosari per tanggal 20 Desember yang lalu. Implikasi dari penghentian penarikan retribusi tersebut adalah tidak diangkutnya sampah di areal Pasar Merjosari selama sepekan lebih. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang gegabah dan jauh dari sikap arif-bijaksana (wisdom) yang seharusnya dimiliki oleh setiap pejabat publik. Bagaimana tidak, penghentian pengangkutan sampah yang sekiranya dapat menjadi “pressure” bagi para pedagang agar segera pindah ke PTD justru menimbulkan permasalahan lain, yakni semakin menumpuknya sampah dan bahkan sampai meluber ke sempadan jalan. Penumpukan sampah tersebut bukan hanya merugikan pedagang pasar namun juga warga lingkungan di sekitar pasar yang merasa tidak nyaman dengan bau menyengat yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah.
Sebagai respon terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Pemkot Malang tersebut, pada Hari Rabu tanggal 28 Desember 2016, ratusan pedagang beserta elemen masyarakat dan mahasiswa kembali menggelar aksi di depan Balaikota. Tuntutan yang diajukan oleh massa aksi terhadap Pemkot tetaplah sama yakni menghentikan segala bentuk intimidasi dan segera menetapkan kembali status hukum Pasar Merjosari sebagai pasar yang legal.
Pada kesempatan tersebut, Pemkot Malang yang diwakili oleh Wakil Walikota menyampaikan bahwa selama permasalahan yang terjadi di PTD belum terselesaikan, pedagang tetap dapat beraktivitas sebagaimana biasanya di Pasar Merjosari hanya saja Pemkot Malang tidak lagi campur tangan dalam pengelolaan pasar. Artinya pengelolaan Pasar Merjosari dilakukan secara mandiri oleh pedagang pasar. Selain itu, Wakil Walikota juga menjamin bahwa rencana relokasi masal yang sedianya terjadi pada akhir Desember tahun ini tidak akan terjadi.
Menanggapi tuntutan pedagang yang menginginkan penetapan Pasar Merjosari sebagai pasar tradisional tetap, Wakil Walikota menyatakan bahwa dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Malang, wilayah Merjosari telah ditetapkan sebagai kawasan kuning yakni kawasan permukiman, sehingga untuk menetapkan Pasar Merjosari sebagai pasar tradisional tetap, Perda RTRW tersebut harus dilakukan perubahan. Oleh karena itu para pedagang mendesak Pemkot Malang agar segera melakukan pengkajian perubahan perda tersebut untuk kemudian dibahas bersama oleh DPRD Kota Malang. (mnv)