Wacana mengenai penundaan pemilu saat ini tengah ramai diperbincangkan banyak orang. Hal ini tak terlepas dari pernyataan Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Balil Lahadalia yang menyatakan agar Pemilu 2024 diundur dengan alasan mulai bangkitnya dunia usaha setelah terpuruk selama 2 tahun akibat pandemi Covid-19. Alasan ini didasarkan bahwa setiap kali pelaksanaan pemilu terjadi penurunan atau perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam dunia usaha. Sehingga Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa sebagian besar pengusaha yang beliau temui menginginkan adanya penundaan pemilu di tahun 2024. Pernyataan Bahlil ini menimbulkan kontroversi publik, ada kalangan yang tidak setuju namun juga ada yang mendukung. Seperti Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jakarta Timur, Anta Ginting yang mendukung usulan penundaan Pemilu 2024. Beliau mempertimbangkan bahwa belum tuntasnya pemulihan ekonomi Indonesia, beliau juga menambahkan bahwa sesudah dan sebelum memasuki tahun politik akan membuat kondisi sosial-politik tanah air akan memanas. Hal inilah yang dikhawatirkan akan menghambat pemulihan perekonomian Indonesia.
Berlawanan dari pendapat sebelumnya, pihak yang tidak setuju penundaan Pemilu beralasan bahwa penundaan pemilu 2024 dinilai inkonstitusional atau melanggar konstitusi yang dibuat oleh perundang-undangan. Analis politik dari Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono menegaskan bahwa penundaan pemilu 2024 melanggar konstitusi karena siklus pemilu lima tahunan telah diatur dalam tata kelola perundang-undangan. Selain itu, beberapa kalangan yang menolak penundaan berpendapat bahwa penundaan pemilu bukan merupakan hal yang urgen untuk dilakukan. Justru dengan dilaksanakannya pemilu sesuai dengan waktunya yakni tahun 2024 dapat membuka ruang bagi keberlangsungan perekonomian yang berjalan stabil. Bahkan anggota Komisi III DPR RI, Guspardi Gaus menyebutkan bahwa pelaksanaan pemilu tidak pernah menjadi penyebab krisis ekonomi. Lebih lanjut melihat hasil survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dilaksanakan pada September 2021 menunjukkan 82,5% responden menghendaki pemilu agar tetap dilaksanakan pada tahun 2024, hal ini juga berarti bahwa mayoritas masyarakat tidak ingin Pemilu 2024 ditunda. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa usul penundaan Pemilu 2024 bukan merupakan hal yang mendesak.
Salah satu hal yang menjadi perbincangan publik apabila pemilu 2024 ditunda bagaimana dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, mengingat Presiden RI saat ini, Joko Widodo beserta wakilnya, Ma’ruf Amin akan habis masa jabatannya pada Oktober 2024. Dalam konstitusi kita, yakni UUD 1945 tidak menyebutkan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Namun dalam Pasal 7 UUD NRI 1945 mengamanatkan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Amanat UUD NRI 1945 yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Isu mengenai pembatasan masa jabatan presiden merupakan isu yang penting setelah runtuhnya masa Orde Baru. Hal ini berkaca pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang memegang kekuasaan terlalu lama, sehingga melahirkan pemerintahan yang otoriter. Secara de jure, ketentuan di dalam UUD NRI 1945 mengatur mengenai mekanisme amandemen UUD NRI 1945, dimana substansi amandemen atau perubahan dapat memungkinkan dilaksanakannya penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah berdasarkan alasannya. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa perubahan terhadap UUD NRI 1945 hanya dapat dilakukan apabila negara berada dalam keadaan darurat. Pakar Hukum Tata Negara, Hamdan Zoelva menyampaikan bahwa dalam teori hukum, negara dalam keadaan darurat itu adalah negara dalam keadaan tidak bisa apa-apa untuk melaksanakan kegiatan kenegaraan.
Wacana terkait penundaan Pemilu 2024 memang merupakan pembahasan yang cukup menarik karena juga menyinggung perbincangan mengenai amandemen UUD NRI 1945. Akan tetapi perlu dipertimbangkan terkait urgensitas pelaksanaannya. Dikarenakan perubahan konstitusi terkait masa jabatan presiden sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Penulis: Maulana Tegar (Rumah Keadilan Perwakilan Kediri)
Editor: MAN