Pinjaman Online : Dampak, Upaya, dan Urgensi Pembentukan Payung Hukum Pinjaman Online

Saat ini masyarakat Indonesia nampaknya semakin akrab dengan dunia yang serba online. Tak terkecuali dalam masalah finansial, banyak masyarakat yang kini menggunakan jasa pinjaman online. Hal ini dapat dilihat dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat adanya kenaikan jumlah nilai penyaluran pinjaman online pada September 2021 sebesar Rp.26,09 triliun. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan year-on-year dengan September 2020 yang baru sebesar Rp.12,71 triliun.

Lembaga yang berwenang mengatur regulasi pinjaman online di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BI memiliki beberapa regulasi mengenai pinjaman online yakni dalam Peraturan BI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Peraturan BI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial. Kemudian OJK juga memiliki Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Namun dari kedua lembaga tersebut, hanya OJK yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan penyelenggara pinjaman online.

Akan tetapi ditengah penggunaan jasa pinjaman online di masyarakat semakin meluas, juga marak muncul perusahaan pinjaman online illegal. Munculnya pinjaman online ilegal tersebut tentunya berpotensi merugikan para konsumen pengguna jasa pinjaman online. Hal ini dikarenakan tak jarang terjadi perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh perusahaan pinjaman online ilegal seperti penggunaan kekerasan dalam penagihan pembayaran hingga pencurian data pribadi pengguna. Perbuatan – perbuatan tersebut tentunya melanggar kepentingan konsumen sebagaimana dilindungi oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terutama Pasal 4 yang salah satunya mengenai hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Selain itu, tak jarang perusahaan tersebut juga memberikan bunga pinjaman yang sangat tinggi.

Apabila dilihat dari sudut pandang hukum, perbuatan hukum yang terjadi dalam pinjaman online adalah perjanjian kredit yang diatur dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek (BW). Dari adanya perjanjian tersebut maka akan menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk menjalankan kewajibannya masing – masing. Dalam konsep hukum perjanjian, pengguna jasa pinjaman online atau si berutang dapat disebut sebagai debitor, sedangkan perusahaan penyedia jasa pinjaman online atau pemberi hutang dapat disebut sebagai kreditor.

Walaupun dalam penegakan serta perlindungan hukum terhadap permasalahan pinjaman online dapat mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) serta UU Nomor 19 Tahun 2016 jo. UU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), masih belum ada peraturan di tingkat undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai permasalahan pinjaman online. Peraturan secara khusus mengatur mengenai permasalahan pinjaman online masih berupa peraturan OJK dan BI yang hanya memberi sanksi administratif terhadap pelanggaran dalam permasalahan pinjaman online, sehingga bisa dikatakan penegakan serta perlindungan hukum terhadap permasalahan pinjaman online masih lemah. Dengan demikian, melihat bahwa perkembangan pinjaman online yang semakin meningkat penggunaannya serta masih lemahnya perlindungan hukum terhadap perbuatan melanggar hukum yang mungkin timbul dari adanya jasa pinjaman online, penulis memandang perlu untuk dibentuk suatu peraturan di tingkat undang-undang yang mengatur mengenai permasalahan pinjaman online.

Penulis: Maulana Tegar (LBH Rumah Keadilan Perwakilan Kediri)

Editor: MNV

Share:

More Posts