Rumahkeadilan.co.id – Secara hukum, menurut Undang-Undang Perkawinan, definisi perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa.”
Bagi pasangan yang hendak menikah yang perlu diperhatikan tidak hanya soal ekonomi namun juga soal kematangan pemikiran. Karena dalam dunia rumah tangga akan sangat banyak hal yang harus dihadapi oleh pasangan, bisa berupa tantangan dari internal maupun eksternal. Untuk menghadapi hal tersebut, dibutuhkan usia yang matang untuk menjalin sebuah hubungan rumah tangga.
Di dalam hukum perdata, yang dimaksud dengan “orang” adalah mereka yang dibebani hukum. Selanjutnya ada 2 syarat menjadi orang yakni syarat biologis dan yuridis. Syarat secara biologis yakni bahwa orang tersebut harus memiliki jenis kelamin dan dapat berfikir. Syarat secara yuridis berarti orang tersebut sudah cakap hukum, yang dimaksud dengan cakap hukum di antaranya yakni orang tersebut sudah dewasa yakni telah mencapai usia 21 tahun atau pernah kawin.
Di Indonesia telah diatur mengenai batas usia dewasa (usia cakap). Namun demikian, hal yang menarik adalah adanya perbedaan batasan usia dewasa yang ditentukan di beberapa peraturan perundang-undangan. Berikut akan penulis paparkan usia dewasa menurut beberapa peraturan perundang-undangan, yakni:
No. | Dasar Hukum | Pasal |
1. | KUH Perdata | Pasal 330
Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya
|
2. | UU No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan | “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.” |
3. | KUH Pidana | Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur 16 tahun, hakim dapat menentukan:…. dst |
4. | Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak | Pasal 1 angka 3, angka 4, dan angka 5
|
5. | Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 | Pasal 1 angka 1
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
|
Di Indonesia sendiri pernikahan usia dini tetap saja marak dan membudaya meskipun pemerintah sudah merevisi batas usia pernikahan. Pada dasarnya Negara Indonesia membuat aturan batas usia minimal untuk menikah bagi warga negaranya bertujuan agar pasangan yang akan menikah memiliki kematangan berfikir, kematangan jiwa dan fisik yang kuat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Quraish Shihab yang menyatakan bahwa aqil baligh tidak hanya dilihat dari kesiapan fisiknya namun juga kesiapan mental seseorang.
Usia Kawin
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-XV/2017 menjelaskan bahwa perbedaan ketentuan usia antara pria dan wanita pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan ini merupakan wujud nyata dan konkrit tidak tercapainya persamaan kedudukan di dalam hukum antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya kedudukan hukum ini mengakibatkan bahwa seorang anak perempuan kawin pada usia dibawah 18 tahun, secara otomatis dia tidak lagi dianggap sebagai seorang anak, sehingga hak-hak anak yang seharusnya melekat pada dirinya menjadi terampas. Jadi, hal tersebut yang melatarbelakangi adanya perubahan usia menikah dari perempuan usia 16 tahun dan laki-laki usia 19 tahun menjadi sama-sama diizinkan menikah diusia 19 tahun.
Namun faktanya masih banyak masyarakat Indonesia terutama masyarakat desa yang menikahkan anaknya dalam usia yang dianggap belum dewasa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam hal ini, mereka memandang usia tersebut sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum, tetapi menghiraukan masalah pendidikan, kemampuan dalam mencari nafkah dan faktor yang mempengaruh terhadap keluarganya.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa menikah itu bukan hanya berpacu pada usia yang dianggap dewasa, tetapi yang terpenting adalah kesiapan dan kematangan pikiran pasangan atau calon suami istri.
Penulis : Venna Octarina (Mahasiswa PKL UIN Malang 2021)
Editor : Admin Rumah