Hubungan diluar nikah adalah hubungan asmara antara seorang laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan. Hubungan tersebut apabila melahirkan seorang anak, maka anak tersebut adalah anak hasil luar nikah. Pada Pasal 43 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Pasal tersebut memberikan kesempatan kecil kepada seorang ibu atau seorang anak itu sendiri yang menuntut untuk diakui status anak oleh bapaknya. Pada Pasal 55 Ayat 1 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa asal-usul seorang anak hanya dapat dibentuk dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Hubungan diluar nikah bukanlah hubungan yang sah layaknya pernikahan yang dicatatkan sehingga memiliki legalitas dan bukti otentik. Kemudian Ayat 2 undang-undang tersebut menerangkan bahwa bila akta kelahiran tidak ada, maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan berdasarkan bukti-bukti.
Pada perkembanganya tahun 2012, Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman membuka kesempatan kepada anak hasil luar nikah memperoleh hak-hak keperdataan dari bapaknya, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang mengabulkan uji materiil UU No. 1 Tahun 1974 tanggal 13 Februari 2012 yang diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar yang meminta putranya bernama Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono diakui sebagai anak, yang mana Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Pemohon, khususnya pada Pasal 43 Ayat 1 Undang-undang perkawinan sebagaimana putusanya yang berbunyi,”Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap seorang anak hasil luar nikah baik status pengakuan anak tersebut oleh bapaknya dan termasuk hak-hak keperdataan dari seorang anak yang dapat diperoleh dari bapaknya misalnya hak waris.
Langkah atau Upaya yang dapat dilakukan oleh seorang ibu atau anak hasil luar nikah itu sendiri dalam mengajukan permohonan pengakuan anak yaitu:
1. Apabila anak luar nikah belum dewasa
Anak yang belum Dewasa menurut Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan,”anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan…”. Dalam konteks permohonan pengakuan anak luar nikah yang belum dewasa pada umumnya diajukan sendiri oleh ibu yang bersangkutan, namun bilamana ibu tersebut meninggal dunia sedang diketahui oleh keluarganya tentang anak itu, maka anak tersebut melalui wali dapat mengajukan permohonan pengakuan anak. Pada Pasal 50 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya, perwalian dalam hal ini dapat dilakukan sebab ibu meninggal dan ayah belum mengakui status anak tersebut yang dapat digolongkan dalam Pasal 49 Ayat 1 undang-undang tersebut pada intinya mengatakan bahwa salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaanya terhadap seorang anak dalam waktu tertentu salah satunya dalam hal ia sangat melalaikan kewajibanya terhadap anaknya. Hal ini termasuk dalam tidak diakuinya seorang anak sehingga melepaskan kewajiban dan tanggungjawabnya.
Permohonan pengakuan anak dapat dilakukan secara kekeluargaan dan/atau melalui jalur litigasi yakni:
a. Apabila diselesaikan secara kekeluargaan dapat dimusyawarahkan dengan bantuan mediator, sebab kemungkinan akan sulit bilamana penyelesaian dilakukan sendiri (face to face ) dengan bapak dari anak tersebut, melainkan dapat melalui mediator baik dari masing-masing keluarga atau dari orang lain yang mampu untuk melakukan mediator yang bersifat netral atau tidak memihak. Target dalam mediasi tersebut yakni diakuinya seorang anak hasil luar nikah oleh Bapaknya, dan bilamana dalam mediasi juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan pembahasan terhadap hak-hak keperdataan dari anak tersebut. Dalam Pasal 280 KUHPerdata menyebutkan bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak hasil luar kawin, timbulah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya.
b. Sedangkan melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan dua jalur yakni perdata dan/atau pidana. Sebelum menempuh jalur litigasi hendaknya didahulukan dengan mediasi terlebih dahulu. Bilamana mediasi tersebut berhasil dengan diakuinya seorang anak hasil luar nikah oleh Bapaknya, maka hasil mediasi tersebut dapat dicatatkan dihadapan notaris agar bilamana dibutuhkan dalam permohonan penetapan melalui pengadilan atau pengajuan permohonan waris kemudian hari, tidak ada penyangkalan atau pengingkaran dari Bapaknya atau keluarganya terkait status anak tersebut dihadapan Pengadilan, hasil mediasi sebelumnya dapat ditunjukan dalam proses sidang, selain itu dapat menghadirkan saksi-saksi yang mengetahui hubungan Bapak dan Ibu tersebut, juga dapat mengajukan pengajuan pembuktian melalui tes DNA. Dalam permohonan penetapan anak dapat memohonkan hak-hak anak misalnya kompensasi biaya hidup selama usia anak tersebut. Sedangkan apabila hendak menarik juga ke jalur pidana, seorang Bapak tersebut dapat digolongkan pada kejahatan Penelantaran anak yang dapat dikenakan Pasal 76 Huruf B dan 77 Huruf B Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Tindakan tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,-.
2. Apabila Anak Luar Nikah Sudah Dewasa
Permohonan pengajuan anak luar nikah yang dewasa dapat dilakukan oleh ibu yang bersangkutan dan bilamana ibunya meninggal maka anak itu sendiri dapat mengajukan permohonan pengakuan sebagai anak kepada Bapaknya, sebab anak yang telah dewasa dapat melakukan upaya hukum di pengadilan. Namun pengajuan permohonan pengakuan oleh anak luar nikah yang telah dewasa tersebut jarang terjadi, namun bukan hal yang tidak mungkin seorang anak yang telah dewasa dan berkeluarga dapat mengajukan permohonan pengakuan sebagai anak kepada Bapaknya.
Langkah dan upaya yang dapat dilakukan dalam mengajukan permohonan pengakuan anak luar nikah yang telah dewasa sama halnya dengan penjelasan sebelumnya dapat dilakukan secara kekeluargaan dan/atau litigasi, namun dalam penyelesaian secara kekeluargaan yang dilakukan secara mediasi, dapat dimungkinkan dihadirkan saksi-saksi yang mengetahui hubungan diluar ikatan pernikahan dari seorang ibu atau bapak, namun jika saksi-saksi tersebut berusia lanjut sehingga tidak dapat dimungkinkan untuk menghadiri tempat mediasi tersebut, maka kedua belah pihak dan mediator dapat melakukan kesepakatan untuk melakukan mediasi di tempat yang dekat dengan saksi-saksi masing-masing pihak.
Dalam pengajuan jalur litigasi, untuk memohonkan penetapan anak beserta hak-haknya dapat melampirkan hasil mediasi, anak tersebut juga dapat mengajukan tes DNA bilamana statusnya sebagai anak yang masih belum diakui. Anak luar nikah yang telah dewasa juga dapat mengajukan permohonan hak-hak anak misalnya kompensasi biaya selama hidup dengan catatan biaya atau kompensasi yang dimohonkan yakni sejak dilahirkan hingga menempuh pendidikan tinggi atau sebelum menikah, sebab saat menikah istri berada dalam kekuasaan dan tanggungjawab suami. Sedangkan bilamana ditarik dalam jalur pidana yakni penelantaran anak, perlu diperhatikan bahwa tindak pidana penelantaran anak juga memiliki batas daluarsa sehingga tidak dapat dilakukan upaya penuntutan pidana yakni jika anak mencapai usia 19 tahun.
3. Apabila anak luar nikah hasil dari hubungan dengan Pekerja Seks Komersial (PSK)
Para Pekerja Seks Komersial sering kali mengalami kesulitan bilamana hendak mengajukan permohonan pengakuan anak, sehingga hal ini menjadi salah satu alasan tingginya aborsi dikalangan PSK. Namun dalam permasalahan ini, bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2012 menjadi sumber hukum yurisprudensi, yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum status anak beserta hak keperdataanya. Langkah yang dapat ditempuh oleh ibu tersebut yakni melalui kekeluargaan dengan bantuan mediator, dan atau melalui jalur litigasi dengan mengajukan tes DNA kepada laki-laki yang patut diduga sebagai bapak dari anak tersebut, dan dimungkinkan pula ibu tersebut dapat mengajukan jalur pidana yaitu penelantaran anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum di negara kita sudah menjamin atau memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada anak luar nikah baik yang telah dewasa atau belum dewasa atau hasil dari hubungan dengan PSK untuk meminta pengakuan status anak dan hak-hak keperdataan sebagai anak kepada bapaknya.