Penulis: Arief Heryogi
Kodrat manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak pernah lepas untuk selalu berinteraksi dengan manusia lainnya hingga pada akhirnya dalam setiap tindakannya tersebut mengakibatkan konsekuensi hukum dari tindakannya tersebut. Manusia selaku subjek hukum yakni pengemban hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak semua manusia cakap melakukan perbuatan hukum, karena ada hal tertentu yang membatasainya. Dalam hukum perdata, batasan umur sangat menentukan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum. Menjadi sangat krusial usia penentuan usia dewasa ini, mengingat konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan. Orang yang belum dewasa cenderung belum mengetahui akibat dari tindakannya dan masih perlu pengawasan dari orangtua atau walinya dan berkaitan pula dengan keansahan dari suatu perbuatan hukum. Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum (KUHPerdata) menyebutkan, bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Untuk dapat dianggap mempunyai kecakapan bertindak, seseorang haruslah memenuhi batas usia dewasa, karena orang-orang yang belum dewasa dianggap tidak mempunyai kecakapan bertindak atau melakukan perbuatan hukum.
Pasal 1320 KUHPerdata mengatur masalah syarat sah perjanjian, (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) kecakapan dirinya untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; dan (4) suatu sebab yang halal. Terlihat pada butir (2) tersebut, kecakapan menjadi syarat sah perjanjian dan dengan memenuhi usia dewasa maka orang itu bisa disebut cakap melakukan perjanjian. Tidak cakap seseorang membuat perjanjian tersebut batal demi hukum.
Beberapa undang-undang di Indonesia masih beragam dalam mengatur batas usia dewasa. Dalam KUHPerdata, pasal 330 menyebutkan usia dewasa adalah 21 tahun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 adalah mereka yang genap 18 tahun atau telah kawin, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5 bahwa batas usia dewasa adalah 18 tahun tahun atau sudah menikah. Pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 1 angka 1 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menetapkan batas usia dewasa adalah 18 tahun, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 39 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur batas usia dewasa sebagai penghadap atau saksi pengenal adalah 18 tahun atau telah menikah, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 26 yang menetapkan 18 tahun.
Pengaturan batas usia dewasa dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia membuat tidak ada parameter yang tegas. Namun pengaturan batas usia yang berbeda dalam setiap undang-undang disesuaikan dengan konteks dan keperluan hukum dan kekuatan mengikatnya dalam setiap produk hukum.