Oleh : M Akbar Nursasmita, SH.
Penerapan Otonomi Daerah memberikan banyak implikasi kepada seluruh pemerintah daerah dalam meningkatan visi dan kreativitas untuk dapat terus memajukan daerahnya sesuai dengan potensi masing-masing serta mengutamakan aspek lokalitas dalam penerapan kebijakannya. Otonomi Daerah tidak hanya membuat pemerintah daerah mempunyai banyak kewenangan yang diserahkan serta dilimpahkan dari pemerintah pusat, akan tetapi otonomi daerah juga menuntut kepada pemerintah daerah untuk aktif mendapatkan pemasukan kas daerah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat.
Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah melalui pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam dinamika ketatanegaraan, pengaturan mengenai BUMD mengalami berbagai perubahan. Pengaturan tentang BUMD pertama kali diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Kemudian diatur lebih lanjut melalui Permendagri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah. Setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) diundangkan, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Tiga tahun setelah UU Pemda diundangkan, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah. Perubahan regulasi tersebut pastinya juga memberikan perbedaan bentuk hukum, mekanisme penyertaan modal daerah, serta kepemilikan sahamnya.
Berdasarakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962, posisi badan hukum BUMD berlaku sejak dibentuknya peraturan daerah tentang badan usaha milik daerah. Nomenklatur penyebutan BUMD dalam rezim undang-undang tersebut adalah “Perusahaan Daerah”. Modal Perusahaan Daerah terdiri seluruhnya atau sebagian berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Modal Perusahaan Daerah yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan daerah tidak terbagi menjadi saham-saham, sedangkan Perusahaan Daerah yang modalnya sebagian berasal dari kekayaan daerah terbagi menjadi saham-saham.
Pada awalnya Perusahaan Daerah tidak dibedakan bentuk badan hukumnya baik Perusahaan Daerah yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan daerah ataupun Perusahaan Daerah yang sebagian kekayaannya berasal dari kekayaan daerah. Selanjutnya, Permendagri Nomor 3 Tahun 1998, mengatur mengenai perbedaan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah. Di Pasal 2 Permendagri a quo menyebutkan bahwa “Bentuk Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa Perusahaan Daerah (PD) atau Perseroan terbatas (PT).” Bentuk badan hukum ini juga berimplikasi pada ketundukan tiap badan hukum terhadap regulasi yang mengaturnya. BUMD yang berbentuk PD tunduk pada Undang-Undang yang mengatur tentang Perusahaan Daerah, sedangkan BUMD yang berbentuk PT tunduk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Secara kepemilikan saham, saham dari BUMD yang berbentuk PT dapat dimiliki oleh Pemerintah Daerah, Perusahaan Daerah, swasta, dan masyarakat. Akan tetapi kepemilikan saham mayoritas harus dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan Perusahaan Daerah.
Saat ini pengaturan BUMD tunduk di bawah rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang berimplikasi pada pencabutan Undang-Undang 5 Tahun 1962. Di dalam UU Pemda, disebutkan bahwa badan hukum BUMD dapat berbententuk Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau Perseroan Daerah (Perseroda). Dari segi penyertaan modal, tidak ada perbedaan antara Perumda dan Perseroda, yaitu dapat bersumber dari penyertaan modal daerah, pinjaman, hibah, dan sumber modal lainnya.
Dilihat dari perspektif kepemilikan sahamnya, modal Perumda tidak terbagi oleh saham dan dimiliki seluruhnya oleh satu Pemerintah Daerah, dan jika kepemilikan Perumda tersebut terbagi dengan Pemerintah Daerah lain, maka bentuk Perumda harus diubah menjadi Perseroda. Sedangkan modal Perseroda terbagi atas saham, dan kepemilikan saham mayoritas harus dimiliki oleh satu daerah sebesar 51%. Setelah pembentukan Perseroda ditetapkan melalui perda, kemudian pembentukan badan hukum dari perseroda tunduk dengan undang-undang perseroan terbatas.
Diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah bahwa terdapat perbedaan posisi Kepala Daerah antara BUMD yang berbentuk Perumda dan Perseroda. Jika di dalam Perumda, Kepala Daerah berkedudukan sebagai pemilik modal sedangkan di dalam Perseroda Kepala Daerah berkedudukan sebagai Pemegang Saham. Kebijakan pemilihan bentuk badan hukum antara Perumda dan Perseroda dapat didasarkan pada pertimbangan bahwa pembentukan perumda diprioritaskan dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi Daerah yang bersangkutan.